kepulangan 

bulan masih tinggi ketika bapak memilih pulang

mungkin ingin pergi diam-diam

mungkin tak ingin orang-orang kehilangan

 

semua sudah dikemas rapi

jauh hari

layaknya waktu dan hari bisa dipilih sendiri

 

jumat, lima belas juli

amanah selesai

janji-janji tunai

 

bapak pulang menuju pelukan

bumi, langit, dan sang maha

 

selamat pulang, bapak

selamat kembali ke illahi

[neervallen]

tepi Sungai Rhine dan kecemasan yang mengalir ke hilirnya,
angin musim semi dan aroma pucuk-pucuk muda pohon oak,

adalah sebab sebuah janji diam-diam dipatahkan.

seribu hari dari sekarang
tanggal-tanggal akan bertanda silang,
sementara musim begitu malas berganti nama.

cuaca pun mengarang alasan;
jarum jam yang lebih lambat
atau matahari yang telat terbenam.

Gelderland, Zondag 1 Mei 2016

Kubaca wajahmu

Kubaca wajahmu
Saat kaca jendela diembuni gerimis
Alismu menuliskan jalanan
Jejakjejak dan suara sepatu

Kunyanyikan ketukannya
Satu dua merupa degup
Tiga empat terdengar gugup

Kubaca wajahmu
Saat harum kopi meruap di udara
Senyummu menyalin cerita kemarin

Satu dua baris merupa fana
Tiga empat sisanya fatamorgana

Di kepalaku yang buku
Lembaran lusuh itu semua tentangmu.

Laki-laki bulan Desember

Laki-laki Desember,
Rambutnya ikal putih abu-abu
Dijatuhi guguran bunga jambu
Di tangannya sebuah musim gagu
Dua hari lagi hujan tinggal abu

seharusnya, salju mulai mengepak
jaket-jaket berkancing rapat
dan memesan dingin dari kutub

Laki-laki Desember
Membiarkan musim memainkan rambutnya
Bunga jambu mirip salju jatuh satu-satu
Di dalam tubuhnya, hanya ada dua musim
Kemarau yang cukup panjang
Dan sesal yang selamanya.

Saya rindu waktu luang, tuhan

Saya rindu waktu luang, tuhan
Waktu untuk menggambar awan
Dengan bentuk-bentuk bingung
Juga warna warni lembayung.

Di kamar saya
Jam dinding punya jarum delapan
Bergerak sangat cepat
Tak sabar saling melupakan.

Saya butuh waktu luang, tuhan
Waktu untuk membujuk harapan
Ia mulai berkemas dari dada
Pergi menuju entah.

Dalam kepala saya
Kesedihan masih terlalu muda
Belum cukup umur mengembara
Meski sudah mahir menggambar airmata.

kebas

kebas,
pelanpelan rasa mati dengan begitu khidmat
kembangkembang mendadak wangi kesedihan
mekar diamdiam, luruh dalamdalam

di dalam sini, jarum jam patah tiga
waktu lindap sebagai dendam
tanggal memilih mati untuk sebuah kabar yang tirus

di luar sana, cuaca mendekap batubatu
musim yang tak bisa lagi dimengerti

begitulah,
tibatiba bulan minum racun serangga
mati dalam penyangkalan
lebih bodoh dari keledai
kalah oleh tupai
tersisa pungguk yang hanya bisa
mengandai dalam lingar…

kebas, pada bebal perasaan!